Buat teman2q Angkatan 42....Bagi yang gi Liburan,Q ucapin met senang2 j
n bagI yang gi sBk dGn keGiatanNya sekrnG, Cptan selesaiKn br cPt liBur :)
n buaT k' beD Q khususNya....Met Liburan J
Serta Buat Adx2 angKatan 43..bruan siaPkan praLatan asramaNya..Ditunggu kedataNgannya...
Blog ini ditujukan bagi teman-teman yang ingin memperoleh dan berbagi pengetahuan kepada teman-teman yang lainnya
Selasa, 31 Agustus 2010
Sabtu, 07 Agustus 2010
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA MATA
A. Pengertian
Cedera mata adalah kerusakan jaringan mata yang disebabkan oleh mekanis maupun non mekanis.
B. Menurut sebabnya, trauma mata terbagi atas:
1. Trauma tumpul atau kontusio yang dapat di sebabkan oleh benda tumpul, benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara.
2. Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non perforatif, dapat juga di sertai dengan adanya korpus alienum atau tidak. Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun ekstraokuler.
3. Trauma termis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.
4. Trauma khemis karena kontak dengan benda yang bersifat asam atau basa.
5. Trauma listrik oleh karena listrik yang bertegangan rendah maupun yang bertegangan tinggi.
6. Trauma barometrik, misalnya pada pesawat terbang atau menyelam.
7. Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom (proton dan neutron).
C. Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:
1. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.
Penanganan:
Kompres dingin 3 kali sehari.
2. Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
3. Ruptura membran descement
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.
Penanganan:
Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol.
4. Hifema
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
a. Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
b. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Komplikasi hifema:
a. Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli anterior.
b. Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
Penanganan terhadap imhibisi kornea:
Tindakan pembedahan yaitu keratoplastik.
5. Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.
6. Iridodialisis
Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut dengan pseudopupil.
Penanganan:
Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
7. Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.
8. Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.
9. Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
10. Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan di lakukan secara operatif.
11. Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
12. Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan operasi.
13. Anopthalmus
Merupkan pengecilan pada mata yang disebabkan oleh trauma pada mata
D. Penanganan Terhadap Cidera
a. Cedera Mekanis
ü Apabila terjadi cedera mekanik, oleh karena benda tumpul, tajam, ledakan atau benda asing, sebaiknya segera dibawa ke unit gawat darurat (UGD) terdekat, dengan mata tertutup.
ü Bila terasa klilipan debu / pasir penanganan di rumah dapat dirimbang (aliri / air mengalir). Bila Tidak membaik, segera bawa ke UGD
b. Cedera Non mekanis
ü Bahan Kimia (Asam /Basa)
Sebagai langkah awal bias dilakukan irigasi sendiri dengan air mengalir. Selanjutnya Bawa ke RS dengan mata tertutup.
ü Cedera Termal
Apabiula terkena Panas Segera kompres dengan air matang dingin dengan menggunakan kapas.
ü Cedera Sinar las
Segera Tutup mata dan bawa Ke UGD
ü Cedera Elektrik
Jauhkan dari sumber, kompres dengan air dingin dan segera bawa ke Rumah Sakit
E. Pencegahan Trauma Mata
a. Trauma tumpul akibat kecelakaan tak dapat dicegah, kecuali akibat perkelahian.
b. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauman.
c. Sebaiknya setiap pekerja mengerti bahan apa yang ada di lingkungan
d. Pada Pekerja Las sebaiknya memakai kaca mata.
e. Berkendaraan sebaiknya memakai kaca mata / helm yang ada kacanya.
f. Awasi anak – anak terhadap mainan yang berbahaya terhadap mata.
g. Jauhkan benda tajam : Pisau, jarum, lidi, bahan kimia. (semua yang berbahaya)
h. Apabila menggunakan obat tetes mata, perhatikan betul label, tanggal kedaluwarsa dan perubahan Warna.
Pengkajian keperawatan
1. Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan penglihatan.
2. Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
3. Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.
4. Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
5. Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
6. Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan)
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak ada eritema, tidak panas.
Rencana:
a. Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b. Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang steril serta dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.
c. Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.
d. Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.
2. Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan alat bantu terapi.
Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.
Rencana:
a. Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b. Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c. Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur, iritasi mata).
d. Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-bincang).
e. Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f. Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.
3. Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.
Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
Rencana:
a. Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
b. Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
c. Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”, “buang ingus”, bersin atau merokok.
d. Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
Cedera mata adalah kerusakan jaringan mata yang disebabkan oleh mekanis maupun non mekanis.
B. Menurut sebabnya, trauma mata terbagi atas:
1. Trauma tumpul atau kontusio yang dapat di sebabkan oleh benda tumpul, benturan atau ledakan di mana terjadi pemadatan udara.
2. Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non perforatif, dapat juga di sertai dengan adanya korpus alienum atau tidak. Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun ekstraokuler.
3. Trauma termis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.
4. Trauma khemis karena kontak dengan benda yang bersifat asam atau basa.
5. Trauma listrik oleh karena listrik yang bertegangan rendah maupun yang bertegangan tinggi.
6. Trauma barometrik, misalnya pada pesawat terbang atau menyelam.
7. Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom (proton dan neutron).
C. Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:
1. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.
Penanganan:
Kompres dingin 3 kali sehari.
2. Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
3. Ruptura membran descement
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.
Penanganan:
Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol.
4. Hifema
Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
a. Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
b. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Komplikasi hifema:
a. Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli anterior.
b. Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
Penanganan terhadap imhibisi kornea:
Tindakan pembedahan yaitu keratoplastik.
5. Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.
6. Iridodialisis
Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut dengan pseudopupil.
Penanganan:
Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas.
7. Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.
8. Subluksasio lentis- luksasio lentis
Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.
9. Hemoragia pada korpus vitreum
Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
10. Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan di lakukan secara operatif.
11. Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
12. Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan operasi.
13. Anopthalmus
Merupkan pengecilan pada mata yang disebabkan oleh trauma pada mata
D. Penanganan Terhadap Cidera
a. Cedera Mekanis
ü Apabila terjadi cedera mekanik, oleh karena benda tumpul, tajam, ledakan atau benda asing, sebaiknya segera dibawa ke unit gawat darurat (UGD) terdekat, dengan mata tertutup.
ü Bila terasa klilipan debu / pasir penanganan di rumah dapat dirimbang (aliri / air mengalir). Bila Tidak membaik, segera bawa ke UGD
b. Cedera Non mekanis
ü Bahan Kimia (Asam /Basa)
Sebagai langkah awal bias dilakukan irigasi sendiri dengan air mengalir. Selanjutnya Bawa ke RS dengan mata tertutup.
ü Cedera Termal
Apabiula terkena Panas Segera kompres dengan air matang dingin dengan menggunakan kapas.
ü Cedera Sinar las
Segera Tutup mata dan bawa Ke UGD
ü Cedera Elektrik
Jauhkan dari sumber, kompres dengan air dingin dan segera bawa ke Rumah Sakit
E. Pencegahan Trauma Mata
a. Trauma tumpul akibat kecelakaan tak dapat dicegah, kecuali akibat perkelahian.
b. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauman.
c. Sebaiknya setiap pekerja mengerti bahan apa yang ada di lingkungan
d. Pada Pekerja Las sebaiknya memakai kaca mata.
e. Berkendaraan sebaiknya memakai kaca mata / helm yang ada kacanya.
f. Awasi anak – anak terhadap mainan yang berbahaya terhadap mata.
g. Jauhkan benda tajam : Pisau, jarum, lidi, bahan kimia. (semua yang berbahaya)
h. Apabila menggunakan obat tetes mata, perhatikan betul label, tanggal kedaluwarsa dan perubahan Warna.
Pengkajian keperawatan
1. Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan penglihatan.
2. Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
3. Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.
4. Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
5. Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
6. Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan)
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak ada eritema, tidak panas.
Rencana:
a. Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh mata.
b. Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang steril serta dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.
c. Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.
d. Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.
2. Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan alat bantu terapi.
Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.
Rencana:
a. Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.
b. Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.
c. Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur, iritasi mata).
d. Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio, berbincang-bincang).
e. Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
f. Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.
3. Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.
Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
Rencana:
a. Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
b. Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
c. Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”, “buang ingus”, bersin atau merokok.
d. Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
e. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
ASKEP DIABETES MELLITUS
- Definisi
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).
- Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
(1). Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
(2). Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
(3). Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
- Etiologi
- Diabetes Melitus
- Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
- Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
- Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel – sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
- Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
- Gangren Kaki Diabetik
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
- Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
- Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
- Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
- Teori Sorbitol
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
5. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
- Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
- Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
6. Dampak masalah
Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
- Pada Individu
- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Pola nutrisi dan metabolisme
- Pola eliminasi
- Pola tidur dan istirahat
- Pola aktivitas dan latihan
- Pola hubungan dan peran
- Pola sensori dan kognitif
- Pola persepsi dan konsep diri
- Pola seksual dan reproduksi
10. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
- Dampak pada keluarga
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DM
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
- Pengkajian
- Pengumpulan data
- Anamnese
- Identitas penderita
- Keluhan Utama
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat kesehatan dahulu
- Riwayat kesehatan keluarga
- Riwayat psikososial
- Pemeriksaan fisik
- Status kesehatan umum
- Kepala dan leher
- Sistem integumen
- Sistem pernafasan
- Sistem kardiovaskuler
- Sistem gastrointestinal
- Sistem urinary
- Sistem muskuloskeletal
- Sistem neurologis
- Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah
- Urine
- Kultur pus
- Analisa Data
- Kebutuhan dasar atau fisiologis
- Kebutuhan rasa aman
- Kebutuhan cinta dan kasih sayang
- Kebutuhan harga diri
- Kebutuhan aktualisasi diri
- Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :
- Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
- Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
- Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
- Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
- Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
- Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
- Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
- Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
- Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
- Perencanaan
- Diagnosa no. 1
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : – Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
- Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
- Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
- Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
- Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
- Diagnosa no. 2
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
- Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
- Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
- Diagnosa no. 3
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
- Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
- Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
- Ciptakan lingkungan yang tenang.
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
- Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
- Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
- Diagnosa no. 4
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
- Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
- Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
- Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
- Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
- Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
- Diagnosa no. 5
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
- Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
- Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
- Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
- Identifikasi perubahan pola makan.
- Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
- Diagnosa no. 6
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
- Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
- Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
- Lakukan perawatan luka secara aseptik.
- Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
- Diagnosa no. 7
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
- Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
- Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
- Gunakan komunikasi terapeutik.
- Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
- Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
- Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
- Diagnosa no. 8
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
- Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
- Kaji latar belakang pendidikan pasien.
- Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
- Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
- Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
- Diagnosa no. 9
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
- Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
- Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
- Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
- Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
- Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
- Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
- Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
- Diagnosa no.10
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
- Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
- Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
- Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
- Pelaksanaan
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
- Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
- Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
- Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
Langganan:
Postingan (Atom)